Lakuku By Jacky Veidy Heyke tawa renyah berderai memecah kesunyian yang penuh kepalsuan senyum simpul menyimpul wajah kaku tersimpul oleh kusutnya masalah hidup sang jiwa terkurung dalam kungkungan tubuh yang telah termeterai oleh identitas diri yang tidak dimengerti sejak ia lahir pertanyaannya? mengapa sang tubuh lebih berkuasa menentukan identitas sejati diri daripada sang jiwa bukankah sang tubuh tanpa sang jiwa mati... sedangkan.. sang jiwa tanpa sang tubuh kekal abadi? wai! dunia.... Jakarta, Februari 1999 |
Selasa, 10 Juni 2008
Bengong By Jacky Veidy Heyke Jalan-jalan di tengah keramaian Hiruk-pikuk dan deru kendaraan merupakan lagu yang tak asing lagi lampu merah... hm.... sejenak kuberhenti untuk menikmati drama kehidupan manusia kota tiba-tiba, lampu merah itu menyala, klakson yang semula diam kembali menyalak... gambaran jelas ketidaksabaran dan... mungkin juga kesombongan... aku hanya sesosok pribadi di tengah keramaian itu, sambil berdiri, menggenggam map lusuh, usang, warna merah buram kehitam-hitaman... hitam... mungkin karena jelaga kota menempel sekedar untuk memberi bukti ketahanan sejati pengangguran terdidik... hm... senyumku pahit kebisingan di hadapanku ini menawarkan daya magis dan memagut perhatianku... perlahan aku tidak lagi melihat kebisingan itu tetapi aku melompat melewati alam kesadaranku ya, pikiranku mulai meninggalkan ragaku dunia nyata seketika maya... pikiranku mulai... merayau... melambung... dan... ... mulutku mulai sedikit demi sedikit terbuka ... pandanganku terpaku di satu titik pandang namun tak ada arti apa-apa.... semua rata... pikiranku mulai saling tumpang-tindih dengan kenyataan yang menindih hm... aku... separuh menyesali diri ... seorang sarjana dengan prestasi sangat memuaskan ... terdampar dari bursa kerja, ... bukan karena kebodohan atau ketidakmampuan bukan karena tidak mampu mempertanggungjawabkan setiap nilai yang tertera pada ijazah kumalku... tapi, tersingkir oleh nepotisme tak bermartabat yang mematikan daya kreatif anak bangsa akibatnya... negeri ini semakin rusak dan tak mampu bersaing, karena yang mengisi jabatan publik adalah para anak-anak berotak udang dan kosong yang kemudian mewariskannya, juga kepada anak-cucu mereka yang juga berotak udang dan kosong jadi lama-lama kita hanya akan menjadi bangsa berotak udang dan kosong kosong.... Prettt... aku terkejut, sebuah mobil Ferrari menyadarkan lamunanku, dan ketika aku melihat ke pintunya yang terbuka betapa terkejutnya aku, ketika melihat ada udang tampan berotak kosong tertawa cengengesan... duh... Medan, 7 April 1994 |
... (medley) By Jacky Veidy Heyke I. kelam perlahan meliput terang cahaya hilang ditelan kegelapan bintang berkelip syahdu tertahan cahaya-cahaya kecil melintas di cakrawala hari bulan tahun berlalu.. namun malam tetap kelam buram seperti aku yang terbenam dalam suram kalam II. dalam kesepianku kurenungi firmanMu khusukku membangunkanku dari kesepian tanpa arti ke kesepian berarti agung Kasih-Mu Tuhan besar kuasamu aku hanya setitik debu di antara seluruh umat kudus-Mu III. di antara sepi aku menyepi ... di antara nyata aku sunyata ... di antara rasa aku dikarsa ... di antara dian aku terdiam ... siapakah aku sehingga aku merasa layak dihadapan-Mu ... kutuk-Mu adalah ketakutanku kasih-Mu adalah kekuatanku ... di antara benci akulah panji ... diantara suka aku sukka ... diantara cinta aku citta ... aku merana ... Dumai, January 1991 |
Hari Nan Gersang By Jacky Veidy Heyke Aku berdiri... dibatas akhir penantian Hati remuk redam serasa pahit kelu dibibir Namun setitik pelita terang ‘tak kunjung temu Bayang semu, sosok tegar rapuh berdiri di gersang senja sepi mencekam Rona merah membasahi muka jiwa, malu sekujur raga... Mentari mencibir dibalik mega senja kelam Kepalaku tertunduk kaku karang batu pikiran menghimpitku Aku berdiri... dibatas akhir penantian Langkah serasa berat, tersendat... mencekat erat sukma meratap Harapan sia terasa di kalbu merobek penantian semu bertahun. Mentari bergulir cepat merambah hari lenyap Kepekatan malam menutup pandangan mata hati Namun kuyakin, esok langkah kepalsuan kucoba selesaikan bersama... penantian di batas akhir hari nan gersang. Dumai, Maret 1990 |
Senin, 09 Juni 2008
Heathen Heart
Heathen Heart
By Jacky Veidy Heyke
live...
hear yea, o heathen heart
live...
made no raise
lying under pave
troubles by fake
yowl by the face in the bowl
no late but breath
awake...
hear yea, o heathen heart
awake...
made no tears
exposed through eyes
vanish by fate
brawl by the tongue in the prowl
no fast but spread
shout...
hear yea, o heathen heart
shout...
made no tease
conquer the ears
wipe out the fact
crawl the heart by the scowl
no rate but state
should I put any under the shoot
without deny the root of fault
o leave the leaves in the breeze
soul flying down…
disappeared after dawn
but…
it will come again in the midst of darkness..
taste...
hear yea, o heathen heart
taste...
the bitter of sin…
the eyes glowing by the tears
the sight blurred, ‘cannot see
But thy heart live o heathen heart
Medan, June 16, 2006 (completed) |